Paradigma Segitiga Restitusi

Koneksi antar materi modul 1.4

Oleh : Sugeng Samsudin

Pemikiran Ki Hadjar Dewantara (KHD) tentang pendidikan sungguh sangat luar biasa. Ki Hadjar Dewantara mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah menuntun segala kodrat yang ada pada ank-anak, agar mereka mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Ki Hadjar Dewantara mengibaratkan guru adalah petani dan murid adalah benih-benih tanaman yang perluh dirawat sesuai dengan proses perkembangannya sehingga menghasilkan buah yang baik. Beliau juga menegaskan bahwa dalam pendidikan hendaknya sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zaman yang dimiliki anak, maksudnya pendidikan tidak bersikap statis namun dinamis sesuai dengan tantangan zaman.

Dari peryantaan Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan inilah sebagai guru perlu memiliki nilai dan peran agar mampu menjadi teladan, memberi motivasi dan mendorong peserta didik untuk mencapai kebahagiaan seluas-luasnya dalam pendidikan melalui proses pembelajaran yang diberikan. Nilai dan peran yang perlu dimiliki guru adalah nilai Mandiri, nilai Reflektif, Nilai Inovatif, Nilai Kolaborasi dan Nilai Berpihak pada Murid, sedangkan peran guru adalah Peran menjadi coach bagi guru lain, Peran memimpin pembelajaran, peran berkolaborasi dengan guru lain, peran menciptakan komunitas belajar dan peran mewujudkan kepemimpinan pada peserta didik. Nilai dan peran merupakan langkah awal menuju sebuah perubahan baru dalam dunia pendidikan.

Demi mewujudkan sebuah perubahan maka perlu adanya sebuah visi. Visi seorang guru merupakan acuan untuk mencapai perubahan pendidikan yang lebih baik dari saat ini. Visi membantu  guru untuk melihat kondisi saat ini sebagai garis “start” dan membayangkan garis “finish” seperti apa yang ingin dicapai. Kebiasaan-kebiasaan setiap warga sekolah yang baik perlu dikuatkan agar terciptalah budaya positif disekolah. Mewujudkan visi sekolah dan melakukan perubahan memanglah tidak mudah perlu  kerjasama dari semua warga sekolah dan dimulai dari diri sendiri, sehingga perlu dilakukan pendekatan atau paradigma yang disebut dengan pendekatan Apresiasi Inkuiri yang memiliki tujuan untuk memetakan kekuatan-kekuatan yang dimiliki warga sekolah melalui tahapan BAGJA.

Dari tahapan BAGJA ini maka  terciptalah kebiasaan-kebiasaan baik yang bisa dijadikan sebagai  budaya positif sekolah yang mana anak merasakan sekolah sebagai rumah keduanya. Lingkungan yang positif, rasa aman dan nyaman membuat peserta didik mampu berpikir, bertindak dan mencipta dengan merdeka, mandiri dan bertanggung jawab.

Strategi-strategi yang diperlukan sekolah dalam mewujudkan Budaya Positif sekolah yaitu:

  1. Disiplin Positif, yang dimaksud dengan disiplin positif disini berkaitan dengan kontrol guru dalam menghadapi murid, seperti Ilusi Guru mengontrol murid (memaksa peserta didik melakukan sesuatu yang diinginkan  guru sekalipun itu merupakan hal baik), ilusi bahwa semua penguatan positif efektif dan bermanfaat, maksudnya memberikan kalimat-kalimat pujian pada anak agar anak mau melakukan apa yang dinginkan guru, namun hal ini hanya bersifat sementara, Ilusi bahwa kritik dan membuat orang merasa bersalah dapat menguatkan karakter (Guru menyampaikan kalimat-kalimat negatif dengan suara halus untuk membuat murid merasa bersalah dengan perbuatannya). Disiplin menurut Ki Hadjar Dewantara adalah Disiplin Diri, yang memiliki motivasi internal dimana seseorang mampu menggali potensi yang ada dalam dirinya menuju pada sebuah tujuan sesuatu yang dihargai dan bermakna. Dengan kata lain seseorang yang memiliki disiplin diri berarti mereka bisa bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya karena berdasarkan nilai-nilai kebajikan universal. Sebagai pendidik tujuan kita adalah tujuan menciptakan peserta didik yang memiliki disiplin diri.
  2. Posisi Kontrol Guru, merupakan bagian dari disiplin yang berpihak pada murid. Posisi kontrol yang sering dilakukan guru adalah Penghukum, Pembuat orang merasa bersalah, teman, Monitor (pemantau) dan Manager. Posisi kontrol Guru sebagai Penghukum bisa menggunakan hukuman fisik dn verbal dan selalu menggunakan sistem untuk menekan peserta didik.  Posisi Kontrol Guru sebagai Pembuat Orang Merasa Bersalah, posisi ini biasanya guru akan bersuara lembut dan akan membuat peserta didik merasa buruk tentang diri mereka, tidak berharga dan telah mengecewakan orang-orang yang disayanginya. Posisi Kontrol Guru Sebagai Teman, pada posisi ini guru tidak anak menyakiti murid, namun tetap berupaya tetap mengontrol peserta didik melalui persuasi. Posisi Kontrol Guru sebagai Monitor (Pemantau), maksudnya guru mengawasi dan bertanggung jawab atas perilaku peserta didik yang diawasi. . Posisi Kontrol sebagai Manajer, Guru berbuat sesuatu bersama dengan murid dan mempersilahkan murid mempertanggungjawabkan perilakunya, mendukung murid agar dapat menemukan solusi  atas permasalahannya sendiri. Tujuan Akhir dari 5 posisi kontrol guru adalah Posisi Manajer, dimana posisi inilah peserta didik dapat menjadi pribadi yang mandiri, merdeka dan bertanggung jawab atas segala perilaku dan sikapnya, yang pada akhirnya dapat menciptakan lingkungan positif, aman dan nyaman.
  3. Kebutuhan Dasar Manusia terbagi atas 5 yaitu; Kebutuhan bertahan hidup (Survival), Cinta dan kasih sayang (Love and belonging), Kebebasan (freedom), kesenangan (fun) dan kekuasaan (power). 
  4. Keyakinan Kelas merupakan nilai-nilai kebajikan atau prinsip-prinsip universal yang disepakati bersama. keyakinan dapat memotivasi peserta didik karena merupakan kesepakatn yang telah dibuat dan disepakati bersama-sama.
  5. Restitusi merupakan proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka dengan karakter yang lebih kuat. Melalui restitusi ketika murid berbuat salah, guru akan menanggapi dengan cara yang akan memungkinkan murid untuk membuat evaluasi internal tentang apa  dapat mereka lakukan untuk memperbaiki kesalahan mereka dan mendapat kembali harga dirinya.
  6. Segitiga Restitusi merupakan tahapan untuk melakukan restitusi yaitu menstabilkan identitas, validasi tindakan yang salah, menanyakan keyakinan.

Dengan adanya Budaya positif  sekolah yang aman, nyaman dan bermakna membantu peserta didik untuk mewujudkan merdeka belajar sesuai dengan filosfi pemikiran Ki Hadjar Dewantara yang dimulai dari menghargai diri sendiri dan kemudian orang lain dengan melihat nilai-nilai kebajikan atau prinsip-prinsip universal yang telah dibuat atau disepakati bersama. selain itu Pendidik bisa menempatkan posisi kontrol sebagai manajer untuk memberi kesempatan kepada murid mepertanggung jawabkan perilakunya dan mendukung murid dalam menemukan soulusi atas permasalahannya melalui nilai dan peran guru.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *